Bagi raport vs. KJP

Mengamati kegiatan teman-teman saya yang sedang membagikan raport, bagi saya merupakan hal yang sungguh mengasyikan.

Situasi sekolah mendadak berubah sedemikian rupa dan bolehlah dikatakan nyaris serupa dengan pasar malam. Wajah-wajah polos penuh keceriaan dari anak-anak membuat saya cemburu, hal sebaliknya saya merasa berdosa saat melihat sebagian wajah para orang tuanya yang dipenuhi dengan ketegangan, sementara temen-temen saya, telah siap menyambut mereka dengan kewajiban memasang wajah penuh seyuman juga keramahan.

Dan rapot itu, seperti sebuah vonis di pengadilan, yang ditunggu dengan harap-harap cemas. Jika perolehan nilai anak naik, seorang ibu atau bapak, langsung keluar ruangan layaknya seseorang usai dioperasi. Wajahnya berubah menjadi ramah luar biasa.

Pun sebaliknya jika nilai anaknya melorot, orang tua ini bisa menjadi seperti layaknya polisi terhadap tersangka. Ia akan menyidik habisan-habisan; Ada apa dengan anak ini? Mengapa anak saya tiba-tiba terserang virus bodoh?. Padahal menurut pengamatan di rumahnya selama ini, ia merupakan salah satu dari sekian anaknya yang tergolong anak yang cerdas! Tapi kenapa nilainya merosot juga?.

Saat yang sama, temen saya punya kewajiban untuk menjelaskan dengan terang benderang. Jangan sampai hal ini disimpulkan sebagai kesalahan dirinya sebagai seorang guru. Ia harus pandai menghibur orang tua yang sedang kecewa dengan kesabaran ekstra.

Betapa teman-teman saya telah teramat lelah karena harus menjawab berbagai pertanyaan, sibuk melayani ragam curhat dan keluhan, celakanya lagi, meski semua jawaban sudah diberikan tapi seringkali belum memuaskan sebagian dari orang tua. Karena jika boleh jujur, sejatinya para orang tua yang sedang sedih itu tidak sedang bertanya, tapi sedang curhat dan menumpahkan segenap perasaan.

Ada pula orang tua yang berwajah datar-datar saja, dan saat menerima raport anaknya bahkan tanpa membuka rapotnya, apalagi bertanya tentang perkembangan dan cara belajar anaknya di sekolah, ia keluar ruangan dengan reaksi yang biasa-biasa saja.

Mungkin orang tua jenis ini berpikir bahwa nilai anaknya yang turun sekalipun, tidak akan membuat gengsi di ingkungannya turun, juga tidak membuat ia tambah miskin atau tambah kaya, malah membuat anaknya menjadi merasa teraniaya. Atau jikapun nialinya baik hanya akan menjadikan anaknya sebagai alat pemuas bapak-ibunya.

Hemat saya, keriuhan yang meski menguras tenaga dan pikiran teman-teman saya itu, dapat dikatakan merupakan hal yang positif untuk kemajuan dunia pendidikan. Ketimbang melayani pertanyaan tentang KJP atau KARTU JAKARTA PINTAR yang nota bene bukan tugas pokok dan fungsi seorang pendidik.

Tidak ada komentar

Apapun dan bagaimanapun komentar yang anda tulis, merupakan bentuk apresiasi terhadap apa yang saya tulis. dan saya sangat menghargainya