Pidatoku yg tak sehebat pidatomu

Bagi saya, yang hingga kini belum juga terampil dalam arti seterampil-terampilnya berpidato, ternyata berbicara di depan orang banyak itu merupakan salah satu keterampilan yang gampang-gampang susah, juga susah-susah gampang. Padahal keterampilan tersebut, sepertinya setengah atau bahkan wajib dimiliki oleh seorang yang berprofesi guru seperti saya. Lain hal jika pidato dengan gaya dan tekhnik seadanya, pun gak peduli mau didengarkan atau tidak.

Pernah pada beberapa kali kesempatan, saya mengamati gaya seseorang yang saya kagumi dalam hal berpidato yang tentu saja menurutku sangat memukau. Catatan berikut semoga dapat melawan penyakit lupa yang mulai saya derita.

Pertama, bahkan tanpa mengucap salam yang lazimnya kita lakukan, dengan bahasa dan gaya santai ia membukanya dengan menyapa penuh akrab beberapa tokoh yang hadir saat itu, semisal: “Yang sama2 kita hormati, sahabat saya bapak atau Ibu (nama tokoh yang dihormati)” tak lupa pula ia menyinggung cerita kecil tentang tokoh dimaksud. Seperti: “Satu hal yang tidak akan pernah dapat saya lakukan dari sahabat saya ini, adalah keuletannya dan seterusnya” Inilah tahap yang saya sebut sebagai tehknik untuk menarik perhatian audience dengan harapan mereka fokus dan mendengarkan pidatonya.

Saat konsentrasi pendengarnya telah terbentuk, mulailah ia mengucap salam, dan dengan penuh semangat masuklah ia dalam tahap menyampaikan ihwal isi pidatonya. Untuk tambah memukau, terkadang ia menyampaikan data yang entah valid atau tidak. Semisal “Hasil survei kecil-kecilan yang saya lakukan, membuktikan bahwa dampak dari kenaikan uang TKD berakibat pada banyaknya dan hampir mendekati angka 80% guru wanita menggugat cerai suaminya. Untuk langkah yang kedua ini saya menyebutnya dengan tahap memberi kejutan.

Langkah demi langkah yang telah dilakukannya membuat ia sebagai satu-satunya tokoh pengendali bahkan jika-pun ia hendak melakukannya maka dengan mudah ia dapat mengaduk-aduk emosi bahkan sampai pada titik sebagai tokoh untuk memprovokasi.

Demikianlah, hingga saatnya ia menutup pidatonya yang terkadang diakhiri dengan menyampaikan sebuah pantun atau tak jarang pula ia kutip kata-kata bijak.

Tidak ada komentar

Apapun dan bagaimanapun komentar yang anda tulis, merupakan bentuk apresiasi terhadap apa yang saya tulis. dan saya sangat menghargainya